Kongres Anak Indonesia :
Menuju Pemenuhan Hak Partisipasi Anak
“ Negara-negara peserta akan menjamin hak anak yang berkemampuan untuk menyatakan secara bebas pandangannya sendiri mengenai semua hal yang menyangkut anak itu, dengan diberikannya bobot yang layak pada pandangan-pandangan anak yang mempunyai nilai sesuai dengan usia dan kematangan dari anak yang bersangkutan.” (Konvensi Hak Anak, pasal 12 ayat 1)
“Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari, dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan.” (Undang-Undang No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak, Pasal 10)
KHA dan UU No 23/2002 Tentang Perlindungan Anak, secara lugas merumuskan berbagai gagasan dalam memenuhi Hak Partisipasi Anak, seperti didengar pendapatnya, menerima, mencari dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat usia dan kecerdasannya. Akan tetapi, bukan perkara mudah untuk merealisasikan gagasan tersebut dalam praktik di masyarakat. Karena lingkungan sosial dan masyarakat belum menyediakan mekanisme dan sarana dimana anak dapat menyampaikan dan didengar pendapatnya. Bahkan tak jarang terjadi eksploitasi dalam proses pemenuhan hak Partisipasi Anak.
Pemenuhan hak partisipasi anak sejak dini merupakan proses pembelajaran bagi anak dalam berdemokrasi dan membangun solidaritas dan kesatuan bangsa. Karena hal ini memberi ruang kepada anak untuk mengembangkan konsep diri positif, menerima dan menghargai perbedaan, mengetahui hak-haknya, dan mengetahui cara melindungi dirinya dari pelanggaran hak, sehingga anak bisa menjadi generasi yang dapat diandalkan.
Pada tahun 2000, Kongres Anak Indonesia I diselenggarakan di Jakarta, atas inisiasi Konsorsium Kongres Anak Indonesia yang terdiri dari berbagai unsur, baik pemerintah maupun berbagai lembaga yang bergerak pada perlindungan dan pemenuhan Hak Anak di Indonesia. Kongres Anak Indonesia merupakan “ijtihad” dari upaya penghargaan pendapat anak dan hak partisipasi anak juga sebagai upaya mengimplementasikan KHA dan UU No 23/2002, khususnya dalam hal penghargaan atas hak berpendapat anak dan hak berpartisipasi salah satu upaya untuk pemenuhan Hak Partisipasi Anak.
Sejak itu, Kongres Anak Indonesia terus berlangsung, KAI II tahun 2002 di Jakarta, KAI III tahun 2003 di Denpasar Bali, KAI IV tahun 2004 di Yogyakarta, KAI V tahun 2005 di Jakarta, dan KAI VI 2006 di Depok Jawa Barat. Dan sejak KAI V, tahun 2005, pelaksanaan Kongres Anak Indonesia merupakan bagian dari kegiatan Bidang Partisipasi Hari Anak Nasional yang merupakan agenda Nasional tahunan.
Hal yang paling mendasar dalam penyelenggaraan Kongres Anak Indonesia adalah bahwa seluruh proses -sejak Forum Anak Daerah yang dilakukan di setiap Propinsi sebelum pelaksanaan Kogres Anak Indonesia- menempatkan anak sebagai subjek. Mereka bukan saja mendapatkan informasi hak anak dan permasalahannya tetapi juga berpartisipasi secara langsung untuk mengembangkan kesadaran, pendapat, suara dan kemampuannya berkaitan dengan permasalahan yang mereka hadapi dan rasakan. Sehingga hasil kongres merupakan pikiran dan pandangan anak-anak tanpa intervensi orang dewasa. Orang dewasa hanya berperan menyediakan fasilitas dan sarana selama Kongres berlangsung.
Setiap tahun, Kongres Anak indonesia dihadiri oleh 330 orang anak usia 12 – 16 tahun dari seluruh Propinsi di Indonesia. Anak-anak dengan beragam latar belakang berbeda hadir untuk saling bertukar informasi dan pengalaman serta merumuskannya menjadi rekomendasi anak Indonesia.
Untuk memberdayakan anak-anak agar dapat memfasilitasi Kongres, maka sebelumnya dilakukan Pelatihan Fasilitator Anak (Training of trainers) dengan melibatkan 33 orang anak perwakilan dari setiap Propinsi dan 10 orang Duta Anak Indonesia tahun sebelumnya. Melalui Pelatihan Fasilitator Anak, anak-anak mendapatkan wawasan dan dilatih keterampilan untuk melaksanakan peran, fungsi dan tugas-tugas sebagai Fasilititator Anak. Selain itu, kegiatan ini akan membangun kerjasama antar Fasilitator dan menyiapkan draft-drat bahan dan materi kongres.
Adalah merupakan pengalaman yang sangat berharga ketika memfasilitasi anak-anak Indonesia dalam kongres ini. Menyaksikan semangat kebersamaan, kemampuan bertoleransi atas perbedaan, pendapat dan pandangan kritis ”ala” anak-anak dan ide-ide kreatif mereka menumbuhkan rasa optimis dan harapaan baru atas bangsa Indonesia yang lebih baik. Karenanya, mendengarkan dan mengahargai pendapat anak yang berkaitan dengan permasalahan mereka adalah merupakan upaya menyusun batu bata untuk mebangun masa depan Indonesia yang lebih ramah bagi anak Indonesia....... Semoga!!
Selamat Hari Anak Nasional 2008 !!!
Depok, 10 Juli 2008
(tulisan ini dimuat di Majalah Parent Juli 2008)