Rabu, 28 Juli 2010


Suara Anak Indonesia 2010

Kami anak Indonesia, pada hari Kamis 22 Juli 2010
melalui Kongres Anak Indonesia IX 2010 di Pangkal Pinang
merumuskan dan menyampaikan aspirasi dan pandangan


1. Kami anak Indonesia bertekad dan mengajak seluruh anak Indonesia bersatu padu berpegangan tangan, saling toleransi, menghargai perbedaan, untuk berbuat yang terbaik demi bangsa dan negara kesatuan Republik Indonesia
2. Kami anak Indonesia memerlukan dukungan pemerintah untuk memfasilitasi forum-forum anak di daerah dan Kongres Anak Indonesia sebagai mekanisme nasional pemenuhan hak partisipasi anak
3. Kami anak Indonesia, memohon kepada pemerintah untuk menyediakan rumah perlindungan bagi anak- anak yang membutuhkan perlindungan khusus sepert anak terlantar, anak korban kekerasan, anak korban perdagangan, anak korban bencana dan anak yang berhadapan dengan hukum di setiap kabupaten, Kota dan propinsi.
4. Kami anak Indonesia, mengusulkan agar mendahulukan mediasi sebagai proses penyelesaian bagi kasus anak – anak yang berhadapan dengan hukum.
5. Kami anak Indonesia, mendukung peningkatan APBN untuk alokasi pendidikan agar kualitas dan fasilitas pendidikan merata di seluruh Indonesia termasuk bagi teman-teman kami yang berkebutuhan khusus.
6. Kami anak Indonesia memerlukan jaminan kesehatan khusus anak dengan membebaskan biaya kesehatan bagi anak.
7. Kami anak Indonesia bertekad mempersatukan teman-teman kami yang berada di daerah terpencil, daerah terisolir, daerah perbatasan dengan adanya dukungan sarana dan prasarana yang memadai.
8. Kami anak Indonesia, memohon perlindungan dari bahaya rokok sebagai zat adiktif dengan melarang iklan rokok, menaikan harga rokok, membuat peringatan bergambar pada bungkus rokok dan menjauhkan akses anak anak dari rokok.


Pangkal Pinang, 22 Juli 2010
Atas nama anak Indonesia

Duta Pendidikan
1. Newton Bernoully Saylendra Jefons (NTT)
2. Syafnela Rahmawaty (Sumbar)
Duta Kesehatan
3. I Ketut Hari Putra Susanto (Bali)
4. Rafa Zhafirah Amaani (Kepulauan Riau)
Duta Perlindungan Khusus
5. Teus Tabuni (Papua)
6. Boy Al Idrus (Sumbar)
Duta Partisipasi
7. Nitia Agustini Kala Ayu (NTB)
8. Muhammad Nur Firdaus (Jawa Timur)
Duta Jaringan Anak
9. Muhammad Deden Suratman (Banten)
10. Ajeng Diannitari (Jambi)


Pimpinan Sidang
Sri Mahadana, Ketua (Bali)
Francklin SPN, Sekretaris (NTT)
Indah Darapuspa, Anggota (Kepri)

PERJALANAN DEKLARASI SUARA ANAK INDONESIA


Sejak Kongres Anak Indonesia I tahun 2000, Suara Anak Indonesia selalu dibacakan dan disampaikan langsung kepada pemerintah, baik Presiden, Wapres maupun pimpinan DPR RI. Hal ini karena Suara Anak yang dirumuskan oleh sekitar 300 orang anak dari seluruh Indonesia merupakan masukan dan partisipasi dari anak dalam pembangunan yang merupakan implementasi Hak Partisipasi anak yang dijamin oleh Konvensi PBB tentang Hak Anak dan Pasal 10 UU Perlindungan Anak No. 23 tahun 2002.

Suara Anak Indonesia merupakan hasil akhir dari proses panjang Kongres anak Indonesia. Perjalanan yang harus dilalui mulai dari :

1. Rekomendasi daerah yang dihasilkan dari Forum Anak daerah di setiap Propinsi

2. Penyusunan Draft Materi Komisi yang dilakukan oleh fasilitator anak pada TOT Fasilitator Anak

3. Presentasi hasil Forum Anak Daerah yang disampaikan oleh perwakilan delegasi setiap propinsi

4. Sidang Komisi-komisi yang dipimpin oleh pimpinan sidang komisi. (Komisi Kesehatan, komisi pendidikan, komisi perlindungan khusus, komisi partisipasi, komisi jaringan anak)

5. Pleno hasil sidang Komisi yang dipimpin oleh presidium sidang

6. Sidang perumusan rekomendasi oleh Tim Kecil Rekomendasi yang terdiri dari 10 orang perwakilan Komisi (setiap komisi diwakili oleh 2 orang).

7. Finalisasi suara anak oleh 10 Duta anak terpilih dan presidium sidang.

8. Deklarasi Suara Anak, yang dibacakan oleh 2 orang perwakilan anak yang dipilih oleh peserta kongres.

Kisah deklarasi Suara Anak Indonesia dari tahun ke tahun :

  1. Kongres Anak Indonesia I tahun 2000 di Jakarta menghasilkan Rekomendasi Anak Indonesia, dibacakan dan disampaikan kepada Pimpinan DPR RI.
  2. Kongres Anak Indonesia II tahun 2001 di Jakarta menghasilkan Rekomendasi Kongres Anak Indonesia II, dibacakan dan disampaikan kepada Wapres.
  3. Kongres Anak Indonesia III tahun 2003 di Bali, menghasilkan Deklarasi anak indonesia 2001, dibacakan dan disampaikan kepada Wapres.
  4. Kongres Anak Indonesia IV 2004 di Yogyakarta, menghasilkan “Hasil sidang Komisi Deklarasi” dibacakan dan disampaiakn kepada Pimpinan DPR RI.
  5. Kongres Anak Indonesia V 2005 di Jakarta, menghasilkan Suara Anak Indonesia 2005, dibacakan dan disampaikan kepada Presiden SBY pada peringatan Hari Anak Nasional di TMII. Presiden merespon dengan menyoroti penggunaan kata “mendesak pemerintah”...
  6. Kongres Anak Indonesia VI 2006 di Depok menghasilkan Suara Anak Indonesia 2006. Sejak awal rapat HAN, panitia tidak bersedia memberi waktu kepada anak untuk membacakan Suara anak Indonesia. Diduga karena pada tahun sebelumnya (2005) Suara Anak menggunakan kata “mendesak pemerintah...”. Namun kemudian, suara anak Indonesia dibacakan dan disampaikan kepada Pimpinan DPR RI.
  7. Kongres Anak Indonesia VII 2008 di Bogor, menghasilkan Suara anak Indonesia 2008, dibacakan dan disampaikan kepada Presiden SBY pada acara puncak HAN di Taman Mini. Sebelum pembacaan, panitia meminta agar point 6 tidak dibacakan. Anak-anak tak kuasa menolak permintaan panitia tersebut. Presiden SBY menyambut baik pembacaan suara anak, bahkan beliau menginstruksikan kepada seluruh Menteri dan Gubernur, Walikota/Bupati untuk menindaklanjuti suara anak Indonesia 2008.
  8. Kongres Anak Indonesia VIII 2009 di Depok, menghasilkan Suara Anak Indonesia 2009. Sebelum dibacakan, terlebih dahulu diedit oleh Panitia HAN 2009, walau tidak merubah substansi namun menjadi bias karena diintreprestasikan oleh orang dewasa. Sayangnya pada tahun 2009 Presiden tidak menghadiri acara puncak HAN, karena alasan keamanan, waktu itu baru terjadi pemboman di JW Mariot. Suara anak Indonesia tetap dibacakan di depan Meneg PP, Mendiknas, Mensos dan Menteri lainnya.
  9. Kongres Anak Indonesia IX 2010 di Pangkal Pinang Propinsi Bangka Belitung, menghasilkan Suara Anak Indonesia 2010. Sejak awal rapat panitia HAN 2010, pembacaan suara anak sudah dijadwalkan, bahkan beberapa menit sebelum mulai acara masih terjadwal jam 09.12 – 09.17 WIB. Dua perwakilan anak, Arif dan Maesya terbang dari Pangkal Pinang sehari sebelumnya untuk melakukan gladi resik. Sayangnya beberapa menit kemudian, mereka dipanggil protokol dan diberitahu bahwa suara anak tidak jadi dibacakan.

Deretan pertanyaan yang tak terjawab

· Pertanyaan pertama, mengapa protokol menyampaikan langsung kepada anak? Padahal pendampingnya, orang dewasa, ada bersama mereka.

· Pertanyaan kedua, kalau isinya yang menjadi masalah, kenapa tidak dicoret saja seperti pada HAN 2008?

· Pertanyaan ketiga, mengapa dari sederet agenda acara puncak HAN 2010, pembacaan suara anak yang dibatalkan, yang hanya mengambil waktu 5 menit?

· Pertanyaan keempat, siapakah yang tidak ingin suara anak dibacakan?

· Pertanyaan kelima apakah Presiden SBY mengetahui ada agenda pembacaan suara anak yang pada tahun 2008 beliau sangat menyambut baik?

· Pertanyaan keenam, siapa yang terganggu dengan isi suara anak Indonesia 2010?

· Pertanyaan ketujuh, kalau pemerintah Indonesia melaporkan Kongres Anak Indonesia kepada Konvensi Hak anak PBB sebagai kegiatan bidang partisipasi pada Periodic Report Convention on the Right of the Child, mengapa pemerintah tidak mau menerima dan mendengarkan suara anak indonesia yang nerupakan hasil kongres anak indonesia?

Mari tanyakan pada rumput yang bergoyang ? seperti ungkapan Kak Seto ketika menjawab pertanyaan presenter TV One pada apa kabar petang, 23 juli 2010 yang lalu....

Senin, 21 Juni 2010

SEGERA, Lindungi Anak Dari Eksploitasi Rokok Sebagai Zat Adiktif

SEGERA, Lindungi Anak Dari Eksploitasi

Rokok Sebagai Zat Adiktif

Setiap detik yang tertunda akan memperpanjang daftar anak yang menjadi

korban eksploitasi rokok sebagai zat adiktif

Sampai pertengahan tahun 2010, Komnas Perlindungan Anak memantau ada 6 kasus balita yang kecanduan rokok, dari 5 batang per hari sampai 40 batang per hari. Dengan rentang usia mulai merokok 18 bulan sampai usia 4 tahun dan lama masa merokok sekitar 1,5 tahun sampai 2 tahun.

Ini bukan perkara biasa atau hal yang lucu, para balita ini adalah korban dari eksploitasi zat adiktif yang ”legal” yaitu rokok. Betapa orang tua tak berdaya untuk menghentikan ketergantungan balitanya terhadap zat adiktif ”legal” ini. Para balita pecandu rokok ini akan marah, mengamuk dan tidak mau makan bahkan mengeluh sakit kepalanya apabila tidak diberi rokok. Parahnya lagi, keluarga balita ini adalah keluarga miskin yang tak memiliki akses kesehatan dan informasi yang benar tentang rokok. Namun akses mereka terhadap rokok sangat mudah, karena harganya murah, dapat dibeli dimana saja dan iklannya banyak. Akibatnya para orangtua menganggap hal ini bukan masalah besar ataupun kalau ingin menyembuhkan tak tahu harus kemana, hanya bisa berharap suatu saat pemerintah akan membantu.

Agresifitas pemasaran yang dilakukan industri rokok melalui berbagai iklan, promosi dan sponsorship menciptakan imej sekan-akan rokok adalah “barang normal” yang dapat dikonsumsi siapa saja. Faktanya, rokok adalah zat adiktif dan mengandung 4.000 racun berbahaya yang dapat mengganggu hidup dan tumbuh kembang anak seperti perkembangan paru-paru lambat, inteligensi kurang, infeksi saluran nafas, infeksi telinga, asma dan sebagainya. Dan yang paling berbahaya adalah kecanduan dan terjerat zat adiktif, seperti halnya para balita tesebut.

Pantaslah kita prihatin dan khawatir karena jumlah anak yang merokok mengalami lonjakan yang signifikan. Data Susenas menunjukan Prevalensi perokok yang mulai merokok pada usia 5 – 9 tahun meningkat lebih dari 4 kali lipat sepanjang tahun 2001 – 2004, sedangkan remaja usia 15 – 19 tahun meningkat sebanyak 144% selama tahun 1995 hingga 2004.

Konvensi PBB tentang Hak anak dan UU Perlindungan Anak No. 23 tahun 2002, Pasal 59 memastikan bahwa pemerintah berkewajiban untuk memberikan perlindungan khusus(Children Need Special Protection) bagi anak-anak yang menjadi korban zat adiktif. Sementara itu, UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009, Pasal 113 ayat 2 dengan jelas mengatakan bahwa rokok adalah zat adiktif. Karena itu, sudah jelas kedua Undang-undang tersebut memberikan mandat yang kuat bagi pemerintah untuk SEGERA memastikan anak-anak mendapat perlindungan khusus yang sama urgensinya dengan perlindungan anak dari tindak kekerasan, traficking, situasi darurat, penculikan,eksploitasi dan lainnya.

Karena itu, Komnas Perlindungan Anak mendesak agar Pemerintah SEGERA memastikan adanya jaminan perlindungan bagi anak dari zat adiktif. Fenomena balita yang kecanduan rokok merupakan bukti kelalaian pemerintah dalam menjamin hak hidup dan tumbuh kembang anak yang tak dapat dikurangi sedikitpun. Tidak ada pilihan kecuali SEGERA ! Upaya untuk memperlambat, menunda apalagi meniadakan kepastian perlindungan bagi anak hanya akan memperpanjang daftar anak-anak yang menjadi korban eksploitasi rokok sebagai zat adiktif.

Kelegalan industri rokok dalam mengiklankan produknya tidaklah setara dengan melindungi dan menjamin hak hidup dan tumbuh kembang anak (right to life) yang menjadi prioritas pemerintah <http://uk.finance. yahoo.com/ news/tobacco- reform-pressures -rise-in- indonesia- ftimes-da3befeb2 ef1.html? x=0> . Karena itu, SEGERA ! berikan kepastian perlindungan bagi anak-anak, karena padanya kita tidak dapat menjawab besok, sebab ia dijuluki hari ini…

Kita melakukan banyak kekeliruan dan kesalahan

Tapi kejahatan kita yang utama adalah

MENGABAIKAN ANAK......

MENYEPELEKAN MATA AIR KEHIDUPAN....

Banyak kebutuhan kita dapat ditunda

Tapi anak tidak dapat MENUNGGU....

Kini saatnya tulang belulangnya dibentuk

Darahnya dibuat, dan Nalurinya dikembangkan

Padanya kita tidak dapat menjawab, BESOK !!

Sebab ia dijuluki “HARI INI

(Gabriella Mistral, Children Winner Of Nobel Prize for Poetry)